bismillah

//go.ad2up.com/afu.php?id=765669

Bismillah

switch

Tuesday, October 7, 2014

Kritik Diri.

Revolusi

Oleh : M. Nur Rizal Hakim


        Di masa sekarang, masalah yang paling sulit adalah bagaimana membicarakan persoalan pembebasan universal yaitu, pembebasan super-struktur dan struktur dalam konteks nasional.
oleh karena itu sebelumnya kita harus mengetahui apa yang sedang terjadi di negara kita, kita perlu mengidentifikasi masalah-masalah yang sedang muncul, menganalisanya, dan memberi alternatif-alternatif.
        Kita tidak perlu kecil hati jika kita mendengar bahwa cindekiawan muslim dianggap suka mengkritik, selalu memberi counter, suka berposisi dan sebagainya. Kita perlu ingat bahwa suatu sistem justru  sangat memerlukan kritik, setiap sistem dalam kurun waktu apapun justru memerlukankomponen yang memerlukan oposisi, sebab setiap sistem memerlukan kritik diri (self-critic). Suatu sistem akan berjalam baik jika ada self-critic. Oleh karena itu, kritik dari cendekiawan muslim harus dianggap sebagai self-critic bagi bangsa Indonesia.
         Konsekuensinya adalah bahwa cendekiawan muslim mungkin akan lebih berada di tempat yang terus bergolak, bergerak dan tidak pernah tentram. Generasi kakek atau ayah kita, barangkali tidak betah dalam suasan semacam itu, tetapi kita, tidak ada seorangpun yang akan merasa yang tidak betak dalam keadaan semacam itu. Dalam konteks semacam itu kita mengetahui bahwa cendekiawan muslim harus mampu dan berani melakukan kritik terhadap perjalanan sejarahnya sendiri , dan hanya kemampuan dan keberania semacam itulah mereka berhak di sebut sebagai cendekiawan muslim.

Tentu saja untuk itu kita harus melakukannya dengan cara sebaik-baiknya (bil-hikmah).  Maksud intinya bahwa kritik harus fungsional bagi sehat dan berjalannya suatu sistem. Kalau kita coba melihat dalam ilmu sosial, terdapat berbagai tipe masyarakat oriental,  masyarakat yang di dominasi oleh raja-raja, di lain pihak ada golongan bangsawan, petani, dsb. Dalam masyarakat hortikultural, ada sistem tersendiri, demikian pula dalam masyarakat agrikultural. Masyarakat industri memiliki sistemnya sendiri, masyarakat pasca industri memiliki sistem tersendiri. Di dalam setiap sistem sosial itu, selalu terdapat orang yang di untungkan dan mereka yang tidak beruntung.
         Kalau orang sekarang mengatakan bahwa masyarakat Indonesia sedang mengalami transformasi dari masyarakat agraris ke masyarakat industri (dari masyarakat patrionial kemasyarakat kapitalis), maka dalam masyarakat industrial ada golonga-golongan yang di untungkan, dan ada pula golangan yang tertindas. Proses kapitalisasi di semua tindakan membuat mereka mempunyai kapital besar akan menjadi pemenang, dan yang kecil akan mereka yang di pecundangi.
         Umat Islam dalam konteks masyarakat Indonesia sekarang, harus mampu mengidentifikasikan siapa yang menindas dan siapa yang tertindas. Dengan cara itu, barulah umat Islam tahu kepada siap mereka harus memihak. Tentu saja kita mempertimbangkan lebih jauh bagaimana cara kita memihak, apa tujuan kita memihak dan akan di bawa kemana masyarakat kita.
         Yang jelas, umat Islam harus berjuang di dalam Allah untuk merubah sistem berfikir masyarakat. Satu hal yang tidak kalah pentingnya adalah, dengan memakai analisa Marx, kita harus berhati-hati terhadap kemungkinan timbulnya konflik kelas.












0 comments:

Post a Comment